Penyesuaian
diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal
adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari
tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation),
penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), dan penyesuaian diri
sebagai usaha penguasaan (mastery).
Pada mulanya
penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation), padahal adaptasi
ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik,
fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang pindah tempat dari daerah
panas ke daerah dingin harus beradaptasi dengan iklim yang berlaku di daerah
dingin tersebut.
Ada juga
penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas
terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini pun terlalu banyak
membawa akibat lain.
Dengan
memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa di sana
individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu mampu
menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral, sosial, maupun
emosional.
Sudut
pandang berikutnya adalah bahwapenyesuaian diridimaknai sebagai usaha
penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan
respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan
frustrasi tidak terjadi.
·Pertumbuhan Personal
Manusia
merupakan makhluk individu. Manusia disebut sebagai individu apabila
tingkah lakunya spesifik atau menggambarkan dirinya sendiri dan bukan
bertingkah laku secara umum atau seperti orang lain. Jadi individu adalah
seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas dalam
lingkup sosial tetapi mempunyai kekhasan tersendiri yang spesifik terhadap
dirinya didalam lingkup sosial tersebut. Kepribadian suatu individu tidak
sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi
sedikit dan melalui proses yang panjang.
Setiap
individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal
tersebut membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan kepribadiannya tersebut dan keluarga adalah faktor
utama yang akan sangat mempengaruhi pembentukan kepribadian. Hal ini disebabkan
karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih sering bersama
dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang
mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan personal
individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat
atau sosialpun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga
mempengaruhi pertumbuhan individu.
Setiap
individu memiliki naluri yang secara tidak langsung individu dapat
memperhatikan hal-hal yang berada disekitarnya apakah hal itu benar atau
tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki
suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan
akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di
lingkungan masyarakat yang tidak disiplin yang dalam menerapkan
aturan-aturannya maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian
sehingga menjadi kepribadian yang tidak disiplin, begitupun dalam lingkungan
keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang cuek maka
individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang cuek.
Faktor –
faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan individu
Faktor genetik
Faktor
keturunan — masa konsepsi
-Bersifat tetap atau tidak berubah
sepanjang kehidupan
-Menentukan beberapa karakteristik
seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap
tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen
Potensi
genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
Faktor
eksternal / lingkungan
-Mempengaruhi individu setiap hari
mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya
potensi bawaan
Faktor
eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya
Dari semua
faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti
keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu.
Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat
menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
a. Aliran
asosiasi
perubahan
terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri
(kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan)
maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.
b. Psikologi
gestalt
pertumbuhan
adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal
sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari
lingkungan yang ada.
c. Aliran
sosiologi
Pertumbuhan
adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial
maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan. Pertumbuhan individu
sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu
yang baik dan berguna untuk sesamanya.
A.Kepribadian Sehat Berdasarkan Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan suatu
bentuk model kepribadian. Teori ini sendriri pertama kali diperkenalkan oleh
Sigmun Freud (1856-1938). Freud pada awalnya memang mengembangkan teorinya
tengtang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa dan dengan konsep
teorinya yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang
kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari
pemunculan dalam perilaku dan pikiran. menurut teori psikoanalisa, inti dari
keinginan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi dari kesadaran
individual.
Dan apabila dorongan – dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan
gangguan kepribadian dan juga memggangu kesehatan mental yang disebut
psikoneurosis.
Dengan kata lain, mereka tidak disadari. Ini adalah ekspresi dari dorongan
tidak sadar yang muncul dalam perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang
tidak disadari” / (unconscious motivation) menguraikan ide kunci dari
psikoanalisa. Psikoanalisis mempunyai metode untuk membongkar gangguan –
gangguan yang terdapat dalam ketidaksadaran ini, antara lain dengan metode
analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.
Teori psikologi Freud didasari pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat
suatu energi psikis yang sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong
individu untuk bertingkah laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu
berasumsi pada fungsi psikis yang berbeda yaitu: Id, Ego dan Super Ego.
- Id merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti
ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan
menghindari yang tidak menyenangkan.
- Ego merupakan bagian
“eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional berdasakan prinsip
kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis,yaitu dimana Ego
berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh Id
berdasarkan kenyataan.
- Super Ego merupakan gambaran
internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan lingkungan
seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana
berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super
Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Freud mengumpamakan pikiran
manusia sebagai fenomena gunung es. Bagian kecil yang tampak diatas permukaan
air menggambarkan pengalaman sadar, bagian yang jauh lebih besar di bawah
permukaan air yang menggambarkan ketidaksadaran aeperti impuls, ingatan. Nafsu
dan hal lain yang mempengaruhi pikiran dan perilaku.
Meskipun masing-masing bagian dari kepribadian total ini mempunyai
fungsi,sifat,komponen,prinsip kerja,dinamisme,dan mekanismenya sendiri,namun
mereka berinteraksi begitu erat satu sama lain sehingga sulit(tidak
mungkin)untuk memisah-misahkan pengaruhnya dan menilai sumbangan relatifnya terhadap
tingkah laku manusia.Tingkah laku hampir selalu merupakan produk dari interaksi
diantara ketiga sistem tersebut,jarang salah satu sistem berjalan terlepas dari
kedua sistem lainnya.
Kepribadian yang sehat menurut psikoanalisis:
1. Menurut freud kepribadian yang sehat
yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan yang ilmiah.
2. Kemampuan dalam mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3. Mental yang sehat ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4. Tidak mengalami gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5. Dapat menyesuaikan keadaan ddengan berbagai dorongan dan keinginan
B.Kepribadian Sehat Menurut Aliran Behavioristik
Behaviorisme juga disebut psikologi S – R (stimulus dan respon).
Behaviorisme menolak bahwa pikiran merupakan subjek psikologi dan bersikeras
bahwa psokologi memiliki batas pada studi tentang perilaku dari
kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat diamati. Teori Behaviorisme
sendiri pertama kali diperkenalkan oleh John B. Watson (1879-1958)
Aliran behaviorisme mempunyai 3 ciri penting.
1. Menekankan pada respon-respon yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku
2. Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak
dipelajari. Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat
bawaan.
3. Memfokuskan pada perilaku binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami
antara perilaku manusia dan perilaku binatang. Kita dapat belajar banyak
tentang perilaku kita sendiri dari studi tentang apa yang dilakukan binatang.
menurut penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsangan
yaitu berupa stimulus dan diikuti oleh suatu reaksi beupa respons terhadap
rangsangan itu. Salah satu penganut watson yang sangat besar masukannya untuk
perkembangan behaviorisme adalah B.F. Skinner. Aliran ini memandang manusia
seperti mesin yang dapat dikendalikan perilakunya lewat suatu pengkondisian.
Ini menganggap manusia yang meberikan respon positif yang berasal dari luar.
Dalam aliran ini manusia di anggap tidak memiliki sikap diri sendiri.
Jadi menurut Behaviorisme manusia dianggap memberikan respons secara pasif
terhadap stimulus-stimulus dari luar. Kepribadian manusia sebagai suatu sistem
yang bertingkah laku menurut cara yang sesuai peraturannya dan menganggap
manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.
Kepribadian yang sehat menurut
behavioristik:
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti orang lain dan
lingkungannya
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan dipengaruhi oleh pengalaman
3. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena manusia tidak memiliki
sikap dengan bawaan sendiri
4.Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan menggunakan metode yang
obyektif
Sumber :
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar psikologi umum.
Jakarta:Rajawali Pers.
Schultz, Duane.(2011).psikologi pertumbuhan:model-model
kepribadian sehat.Yogyakarta:Kanisius
Puspitawati, I. Dwi Riyanti, Hendro Prabowo.(1996). Seri Diktat Kuliah
Psikologi Umum I. Jakarta. Gunadarma.
Riyanti, Dwi B.P., Prabowo, Hendro. (1998). Seri diktat kuliah psikologi umum
2. Depok: Universitas Gunadarma.
·Mazhab
Psikologi
A.Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856
– 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund Scholomo. Namun sejak
menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama itu karena kata Sigismund
adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia.
Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran Austria-Hongaria (sekarang
Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa hijrah ke Wina, Austria
(Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan ramainya teori The
Origin of Species karya Charles Darwin (Hall, 2000:1).
Psikoanalisis bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat
itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria
yang sangat menggejala di Wina (Freud, terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin
Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan adanya faktor psikis yang
menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud pada kedokteran (Berry,
2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer menyelidiki penyebab
histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya adalah Anna O. Selama
penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan yang disampaikan oleh
Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna O.
Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur
psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada
manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran
dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya.
Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu
mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud,
semua perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi
(pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat
peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses(preconscious) dan
ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam
tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari
kepribadian kita, yaitu:
a. Id,
adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
b. Superego,
adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari
lingkungannya.
c. Ego,
adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah
berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar
1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja
uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek
dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan
lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak
kira dikendalikan sepenuhnya oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud
disebut sebagai primary process thinking. Anak-anak akan mencari
pengganti jika tidak menemukan yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan
mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan
lebih berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di
sini disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia
sudah dapat menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan
demi ingin menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul
sikap seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti
pemuas keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi
bos di kantor misalnya).
Proses pertama adalah
apa yang dinamakan EQ (emotional quotient), sedangkan proses kedua
adalah IQ (intelligence quotient) dan proses ketiga adalah SQ (spiritual
quotient).
B.Behaviourisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada
jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi
yang mencapai puncaknya pada tahun 1940 – 1950-an. Di sini psikologi
didefinisikan sebagai sains dan sementara sains hanya berhubungan dengan
sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja. Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa
diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang
dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning).
Sikap yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive
behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika
Pavlov melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing
eksperimennya yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak
mengeluarkan air liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan
anjing tersebut terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu
dinyalakan maka daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan,
sehingga setiap kali lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya
meski daging tidak disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned
response dan cahaya lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11 bulan
dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih maka
dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak kaget.
Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu maka si
anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan setelah
itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing, baju
berbulu dan topeng Sinterklas.
Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa
yang disebut sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).
3. Psikologi
Humanistis
Aliran ini muncul akibat reaksi atas aliran behaviourisme dan
psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan manusia menjadi sekelas
mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa disebut mazhab ketiga setelah
Psikoanalisa dan Behaviorisme.
Salah satu tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan
mengatakan bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya
meneliti mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat.
Salah satu bagian dari humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl
yang mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos =
makna). Pandangan ini berprinsip:
a. Hidup memiliki makna, bahkan dalam situasi yang paling menyedihkan
sekalipun.
b. Tujuan hidup kita yang utama adalah mencari makna dari kehidupan kita
itu sendiri.
c. Kita memiliki kebebasan untuk memaknai apa yang kita lakukan dan apa
yang kita alami bahkan dalam menghadapi kesengsaraan sekalipun.
Frankl mengembangkan teknik ini berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp
konsentrasi Nazi pada masa Perang Dunia II, di mana dia mengalami dan
menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp tersebut. Dia menyaksikan dua hal
yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus asa dan para tahanan yang memiliki
kesabaran luar biasa serta daya hidup yang perkasa. Frankl menyebut hal ini
sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada hidupnya.
Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan
berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
a. Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sa’di
(seorang penyair besar dari Iran) menggerutu karena kehilangan sepasang
sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia
melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira.
Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang
kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia sedih kehilangan sepatunya
sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup
menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat memilih. Sebagai contoh:
seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan
tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia
mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk
berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia menginginkan pekerjaan itu namun
sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan untuk
mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya.
Pada saat itulah ia merasakan kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan.
Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di
rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak
akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang
yang mampu mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita
menjadi bermakna.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di
atas, seorang bendahara yang diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah
sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk memakai sebagian
uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara
mengalami makna yang luar biasa dalam hidupnya.
e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita
ke luar dunia fisik, ke luar suka dan duka kita, ke luar dari diri kita
sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna pada
kehidupan kita.
Sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan. Sehat sesuatu yang berguna untuk melakukan aktivitas.
Upaya
kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat.
Menurut
Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), pada tahun 1948, kesehatan didefinisikan sebagai “keadaan lengkap fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau
kelemahan”
Pada 1986,
WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa kesehatan adalah “sumber daya bagi
kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari kehidupan.
Tujuan Kesehatan
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu
pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan
kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk,
jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat.
Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Tujuan dan
ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup secara umum, antara lain:
Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur
sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi
pemerintah serta lembaganonpemerintah dalam
menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Adapun
tujuan dan ruang lingkup secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau
pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa:
Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi
persyaratan kesehatan.
Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar
dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara,
kebakaran hutan, dan gas beracun yang
berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab
terjadinya perubahan ekosistem.
Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan
makin diterimanya norma
keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kesehatan :
Environment atau lingkungan.
Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama
dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh
populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
Health care service berupa program kesehatan yang
bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat
faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang paling
besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat.
Sejarah
kesehatan mental tidaklah sejelas sejarah ilmu kedokteran. Ini terutama karena
masalah mental bukan merupakan masalah fisik yang dengan mudah dapat diamati
dan terlihat. Berbeda dengan gangguan fisik yang dapat dengan relatif mudah
dideteksi, orang yang mengalami gangguan kesehatan mental sering kali tidak
terdeteksi. Sekalipun oleh anggota keluarganya sendiri. Hal ini lebih karena
mereka sehari-hari hidup bersama sehingga tingkah laku yang mengindikasikan
gangguan mental dianggap hal yang biasa, bukan sebagai gangguan.
Khusus untuk
masyarakat I ndonesia, masalah kesehatan mental saat ini belum begitu mendapat
perhatian yang serius. Krisis yang saat ini melanda membuat perhatian terhadap
kesehatan mental kurang terpikirkan. Orang masih fokus pada masalah kuratif,
kurang memperhatikan hal-hal preventif untuk menjaga mental supaya tetap sehat.
Tingkat pendidikan yang beragam dan terbatasnya pengetahuan mengenai perilaku
manusia turut membawa dampak kurangnya kepekaan masyarakat terhadap
anggotanya yang mestinya mendapatkan pertolongan di bidang kesehatan mental.
Faktor budaya pun seringkali membuat masyarakat memiliki pandangan yang beragam
mengenai penderita gangguan mental. Oleh sebab itu, berikut dipaparkan sejarah
mengenai perkembangan kesehatan mental, terutama di Amerika dan Eropa, dan
semoga paparan ini menjadi referensi berbagai pandangan mengenai kesehatan
mental yang saat ini ada di Indonesia.
A.GANGGUAN MENTAL TIDAK DIANGGAP SEBAGAI SAKIT
o(Tahun 1600 dan sebelumnya)
Dukun asli
Amerika (Indian), sering juga disebut sebagai “penyembuh” (healer,shaman) orang
yang mengalami gangguan mental dengan cara memanggil kekuatan supranatural dan
mejalani ritual penebusan dan penyucian.
Pandangan
masyarakat saat itu menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan mental
adalah karena dimasuki oleh roh-roh yang ada di sekitar. Mereka dianggap
melakukan kesalahan kepada roh-roh atau menjadi medium dari roh-roh untuk
menyatakan keinginannya. Oleh karena itu, mereka sering kali tidak dianggap
sakit, sehingga mereka tidak disingkirkan dan dibuang seta masih mendapatkan
tempat dalam masyarakat.
oTahun 1692
Mendapatkan
pengaruh para imigran dari Eropa yang beragama Nasrani, di Amerika orang yang
bergangguan mental saat itu sering dianggap terkena sihir/guna-guna atau
dirasuki setan. Ini merupakan penjelasan yang diterima secara umum sehingga
masyarakat takut dan membenci mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir.
Bahkan pengadilan pernah memvonis 19 orang untuk digantung karena dianggap
memiliki sihir. Padahal mereka yang dianggap memiliki kekuatan sihir
kemungkinan besar mengalami gangguan mental sehingga hidup mereka tampak aneh
dan berbeda bagi kebanyakan orang.
Sejarah
kesehatan mental di Eropa, khususnya Inggris, agak sedikit berbeda, sebelum
abad ke-17, orang gila disamakan dengan penjahat/kriminal, sehingga mereka
dimasukkan ke dalam penjara.
John Locke
(1690) dalam tulisannya yan berjudul An Essay Concerning Understanding,
menyatakan bahwa terdapat derajad kegilaan dalam diri setiap orang yang
disebabkan oleh emosi yang memaksa orang untuk memunculkan ide-ide salah dan
tidak masuk akal secara terus-menerus. Kegilaan adalah ketidakmampuan akal
untuk mengeluarkan gagasan yang berhubungan dengan pengalaman secara tpat.
Pandangan John Locke ini bertahan di Eropa sampai abad ke-18.
B. GANGGUAN MENTAL DIANGGAP EBAGAI SAKIT
oTahun 1724
Pendeta
Cotton Mather (1663-1728) mematahkan tahkhayul yang hidup di masyarakat
berkaitan dengan sakit jiwa dengan memajukan penjelasan secara fisik mengenai
sakit jiwa itu sendiri. Pada saat ini benih-benih pendekatan secara medis mulai
dikenalkan, yaitu dengan memberikan penjelasan masalah kejiwaan sebagai akibat
gangguan yang terjadi di tubuh.
Pada abad ke-17 dan 18 individu yang menderita penyakit mental berada dalam
penderitaan yang besar di tangan masyarakat Amerika. Mereka dilihat sebagai
seorang yang dirasuki setan atau dicirikan sebagai dikuasai sifat-sifat
kebinatangan sehingga mereka menjadi subjek penanganan yang menyedihkan.
Penyiksaan fisik maupun mental merupakan hal yang umum dan penggunaan pembatas
fisik yang meluas seperti jacket yang ketat dengan tangan yang berat dan kaki
yang dirantai-mengeluarkan pasien dari martabat dan kebebasannya. Para
pendiri pada abad ke 19, seperti Phillip Pinel di Perancis dan Dorothea
Dix, membuat lompatan besar dengan mempromosikan penanganan manusiawi bagi
penderita penyakit mental, tetapi kondisinya masih jauh dari ideal. Phillipe
Pinel ditunjuk sebagai dokter yang mengawasi Rumah sakit Bicetre, Paris (rumah
sakit jiwa untuk pria) pada tahun 1793. Dia memutuskan uuntuk tidak meranntai
pasien gila. Dia kemudian ditempatkan di Salpetriere (rumah sakit jiwa untuk
wanita) pada tahun 1795
.
oTahun 1812
Benjamin
Rush (1745-1813) menjadi salah satu pengacara mula-mula yang menangani masalah
penanganan secara manusiawi untuk penyakit mental dengan publikasinya yang
berjudul Medical Inquiries and Observations Upon Diseases of the Mind.
Ini merupakan buku tesk psikiatri Amerika pertama.
Antara tahun
1830-1860 di Inggris timbul optimisme dalam menangani pasien sakit jiwa
(Therapeutic Optimism). Hal ini disebabkan berkembangkannya teori dan
teknik dalam menangani orang sakit jiwa di rumah sakit jiwa. Pada masa ini
tumbuh kepercayaan bahwa penanganan di rumah sakit jiwa merupakan hal yang
benar dan cara ilmiah untuk menyembuhkan kegilaan. Pada tahun 1842 psikiater
mulai masuk dan mendapatkan peranan penting di rumah sakit, menggantikan ahli
hukum yang selama ini ternyata membuahkan kegagalan, maka tidak lama kemudian
muncul masa terapi psimisme (therapeutic pesimism) . ini teruma dipengaruhi
oleh sosialisme. Darwin menyatakan bahwa gangguan mental adalah perkembangan
evolusi sehingga merupakan bawaan dan tidak mungkin diubah lagi.
oTahun 1843
Kurang lebih
terdapat 24 rumah sakit, tapi hanya ada 2.561 tempat tidur yang tersedia untuk
menangani penyakit mental di Amerika Serikat.
oTahun 1908
Clifford
Beers (1876-1943) menderita manis depresif pada tahun 1900. Dia merupakan
lulusan Yale dan seorang bisnisman, yang kemudian mengalami gangguan setelah
mengalami sakit dan saudara laki-lakinya meninggal. Setelah mencoba bunuh diri,
Dia di masukkan ke rumah sakit mental swasta di Connecticut. Dia menjadi subjek
penanganan yang tidak manusiawi dan mengalami penyiksaan fisik dan mental
di bawah kekuasaan orang yang tidak terlatih dan tidak kompoten di rumah
sakit. Beers kemudian menghabiskan beberapa tahun di
berbaggai negeri Middletown, Connecticut. Penanganan tidak manusiawi yang
diterimanya di institusi ini mencetuskan keberanian untuk memperbaharui
perawatan bagi individu yang menderita penyakit mental di Amerika Serikat. Pada
tahun 1908 dia menulis buku yang berjudul A Mind That Found Itself, merupakan
laporan pengalamannya sendiri sebagai pasien sakit mental dan secara jelas
menggambarkan kekejaman lembaga perawatan. Buku tersebut memberikan akibat yang
segera, menyebarakan visinya mengenai gerakan kesehatan mental. Beers kemudian
mendirikan Masyarakat Connecticut untuk Mental Higiene yang kemudian pada tahun
berikutnya berubah menjadi Komite Nasional untuk Mental Higience (the National
for Mental Hygience). Yang merupakan pendahulu Asosiasi Kesehatan Mental
Nasional sekarang ini.
Tujuan
Asosiasi ini adalah untuk:
- Memperbaiki
sikap masyarakat terhadap penyakit mmental dan penderita dan penderita sakit
mental.
- Memperbaiki
pelayanan terhadap penderita sakit mental
- Bekerja
untuk pencegahan penyakit mental dan mempromosikan kesehatan mental.
oTahun 1909
Sigmund
Freud mengunjungi Amerika dan mengajar psikoanalisa di Universitas Clarck di
Worcester, Massachusetts.
oTahun 1910
Emil
Kraeplin pertama kali menggambarkan penyakit Alzheimer. Dia juga mengembangkan
alat tes yang dapat digunakan untuk medeteksi adanya gangguan epilepsi.
oTahun 1918
Asosiasi
Psikoanalisa Amerika membuat aturan bahwa hanya orang yang telah lulus dari
sekolah kedokteran dan mejalankan praktek psikiatri yang dapat menjadi
calon untuk pelatihan psikoanalisa.
oTahun 1920-an
Komite
Naional untuk Mental Higiene menghasilkan satu set model undang-undang komitmen
yang dimasukkan ke dalam aturan pada beberapa negara bagian. Komite juga
mmembantu penelitian-peenelitian yang berpengaruh pada kesehatan mental,
penyakit mental, dan treatmen yang membawa perubahan nyata pada sistem
perawatan kesehatan mental.
Harry Stack
Sullivan yang mengawasi pasien Scizhofrenia di Rumah Sakit Sheppard-Pratt
Hospital menunjukkan pengaruh lingkungan terapeutik ketika para paien dapat
dikembalikan ke masyarakat.
Pada tahun
1920-1930 di Eropa terjadi perubahan treatmen dalam menangani gangguan mental.
Perubahan ini berkat pengaruh teori Freud yang pada masa itu menjadi terkenal.
Perubahan treatmen tersebut meliputi :
- Treatmen
di dalam rumah sakit kurang diminati, diganti treatmen yang dilakukan di luar
rumah sakit.
- Treatmen
di lakukan tidak memerlukan sertifikasi
- Treatmen
dilakukan dirumah sakit.
oTahun 1930-an
Psikiater
lebih menginjeksikan insulin yang menyebabakan shock dan koma sementara sebagai
suatu treatmen untuk penderita schizofrenia.
oTahun 1936
Agas Moniz
mempublikasikan suatu laporan mengenai lobotomi frontal manusia yang pertama.
Akibatnya antara tahun 1936 sampai pertengahan 1950-an, diperkirakan 20.000
prosedur pembedahan ini digunakan terhadap pasien mental Amerika.
oTahun 1940-an
Elektropika,
yaitu terapi dengan cara menngaplikasikan listrik ke otak. Pertama kali
digunakan di rumah sakit Amerika untuk menangani penyakit mental. Pada tahun
1940-an-1950 dimulainya perawatan masyarakat bagi penderita gangguan mental
Inggris.
oTahun 1947-an
Fountain
House di New York City memulai rehabilitasi psikiatrik untuk orang-orang yang
mengalami sakit mental.
oTahun 1950
Dibentuk
National Association of Mental Health (NAMH) yang merupakan merger dari tiga
organisasi, yaitu National Commite for Mental Hygiene, National Mental Health
Foundatio, dan Psychiatric Foundation. Lembaga baru ini melanjutkan misi Beers
dengan lebih jelas. Melalui program televisi, distribusi literatur dan media
lainnya. NAMH melanjutkan mendidik publik Amerika pada isu-isu kesehatan
mental-mental dan mempromosikan kesadaran akan kesehatan mental.
oTahun 1952
Obat
antiseptik konvensional pertama, yaitu chlorpromazine, diperkenalkan untuk
menangani pasien schizoprenia dan gangguan mental utama lainnya.
oTahun 1960-an
Obat-obat
antisptik konvensional, seperti haloperidol, digunakan pertama kali untuk
mengontrol simtom-simtom yang positif (nyata) pada penderita psikosis, yang
memberikan ukuran yang nyata dan penting karena membuat pasien tenang. Hal ini
memberikan ukuran yang nyata dan penting karena membuat pasien tenang. Hal ini
kemudian menjadi keharusan untuk digunakan pada permulaan bagia pasien
yang gaduh dan kacau. Lithium kemudian diketemukan dan menjadi obat yang
merevolusi treatmen bagi penderita manis depresif.
Media
Inggris mulai mengungkapkan kesehatan mental dengan menampilkan orang-orang
yang pernah mengalami sakit mental untuk menceritakan pengalamn mereka. Pada
masa ini segala hal yang tabu berkaitan dengan mental mulai dibuka dan
dibicarakan secara umum.
C. GANGGUAN MENTAL DIANGGAP SEBAGAI BUKAN SAKIT
oTahun 1961
Thomas Scasz
membuat tulisan yang berjudul The Myth of Mental Ilness, yang mengemukakan
dasar teiori yang menyatakan bahwa “sakit mental” sebenarnya tidaklah
betul-betul sakit”, tetapi merupakan tindakan orang yang secara mental tertekan
karena harus bereaksi terhadap lingkungan.
oTahun 1962
Ada 422.000
orang yang tinggal dirumah sakit untuk perawatan psikiatris di Amerika Serikat.
oTahun 1970
Mulainya
deinstitusionalisasi massal. Pasien dan keluarga mereka kembali pada
sumber-sumber mereka sendiri sebagai akibat kurangnya program-program bagi
pasien yang telah keluar dari rumah sakit untuk rehabilitasi dan reintegrasi
kemabali ke masyarakat.
oTahun 1979
NAMH menjadi
the National Health Association (NMHA)
oTahun 1980
Munculnya
perawatan yang terencana, yaitu dengan opname dirumah sakit dalam jangka waktu
yang pendek dan treatmen masyarakat menjadi standar bagi perawatan penyakit
mental. Ini tidak terlepas dari peranan NHMA yang menggalang dukungan dari akar
rumput dan bekerja sama dengan pemerintah dalam menghasilkan the Mental
Health Systems Act of 1980. Akta tersebut memungkin tumbuhnya pusat-pusat
kesehatan mental masyarakat Amerika yang mengijinkan individu dengan penyakit
mental untuk tinggal dalam rumah dan masyarakat mereka dengan masa opname yang
pendek.
D. MELAWAN DISKRIMINASI TERHADAP GANGGUAN MENTAL
oTahun 1990
NMHA
memainkan peran penting dalam memunculkan Disabilities Act, yang
melindungi warga Amerika yang secara mental dan fisik disable dari
diskriminasi pada beberapa wilayah, seperti pekerjaan, akomodasi publik,
transportasi, telekomunikasi, dan pelayanan pemerintah pusat dan lokal.
Sementara itu, teknologi penggambaran otak digunakan untuk mempelajari
perkembangan penyakit mental utama dengan lebih baik lagi.
oTahun 1994
Obat
antiseptik atipikal yang pertama dikenalkan ini. Ini merupakan obat
antipsikotik baru pertama setelah hampir 20 tahun penggunaan konvensional.
oTahun 1997
Peneliti
menemukan kaitan genetik pada gangguan bipolar yang menunjukkan bahwa penyakit
ini diturunkan.
Berdasarkan
sejarah kesehatan mental di atas, dapat disimpulkan bahwa ternyata pandangan
masyarakat terhadap apa yang disebut sebagai sakit mental/sakit jiwa/gangguan
mental ternyata berbeda-beda dan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Makna gangguan mental yang berbeda-beda tersebut membawa implikasi yang berbeda
juga dalam menangani individu yang terkena gangguan mental.
Bila
gangguan mental dipahami sebagai karena mengalami kerasukan roh seperti yang
dimaknai oleh masyarakat Indian dan juga sebagai masyarakat Indonesia, individu
yang mengalaminya bisa saja malah dipandang memiliki kelebihan khusus sehingga
mendapatkan kedudukan khusus masyarakat. Atau kalaupun gangguan mental yang
mengalaminya akan mendapatkan ritual-ritual khusus supaya dapat dipulihkan.
Setidaknya, mereka tidak mendapatkan stigma yang negatif, karena masyarakat
menanggap mereka tidak sakit sehingga masih dapat menerima kehadiran mereka.
Gangguan
mental bisa dipahami sebagai kerasukan setan, atau akibat sihir. Biasanya ini
karena pengaruh agama monoteis yang dianut oleh masyarakat setempat. Akibatnya
perlakuan individu yang mengalami gangguan mental menjadi berbeda. Ritual masih
tetap diadakan, tapi perlakuan masyarakat sekitar terhadap si penderita menjadi
negatif. Penderita biasanya ditolak dan diasingkan, karena sedikit banyak
dianggap berbahaya atau membawa akibat negatif bagi sekitarnya. Namun bisa saja
pada beberapa kasus, penderitanya malah dianggap sebagai sebagai Nabi atau
wakil Tuhan sehingga justru menarik banyak pengikut meskipun ajarannya secara
logika ttidak mengacu pada akal sehat.
Gangguan
mental juga bisa dimaknai bukan penyakit, tetapi sebagai tindakan kriminal
seperti yang pernah dipahami oleh masyarakat Inggris. Penderitanya lalu
dimasukkan dalam penjara dan mendapatkan perlakuan seperti penjahat pada
umumnya.
Gangguan
mental pernah dimaknai sebagai ketidakmampuan untuk berpikir rasional. Orang
yang terganggu mentalnya dipandang memiliki pola pikir irasional.
Ini terutam dipengaruhi oleh filsafat rasinalisme dan emperisme yang saat itu
memiliki pengaruh yang kuat di Eropa. Oleh karena itu gangguan masih belum
dimaknai sebagai sakit.
Dunia medis
memberikan pandangan tersendiri terhadap pemahaman mengenai gangguan mental.
Dunia medis memandang penderita gangguan mental sebagai betul-betul mengalami
sakit. Dunia medis melihat sakit mental sebagai berakar dari sakit kebutuhan,
terutama di otak, sehingga penanganan penderita gangguan mental menjadi mirip
penderita sakit fisik, yaitu melalui medikasi, hospitalisasi, bahkan
operasi/ppembedahan. Pandangan medis ini, sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran
dan sampai sekarang ini masih menjadi arus utama yang memengaruhi pemahaman
orang mengenai kesehatan mental.
Ilmu
perilaku yang semakin berkembang juga memberikan pemahaman tersendiri mengenai
gangguan mental. Berdasarkan pandangan ini, penderita gangguan dimaknai
sebagai ketidak mampuan mereka untuk melakukan penyesuain diri yang
sesuai denga realitanya. Individu terganggu karena memiliki
perilaku yang tidak adaptiff, sehingga penangannya adalah dengan mendidik
individu yang bersangkutan untuk menghilangkan perilaku yang tidak adaptiif dan
menggantinya dengan perilaku yang lebih adaptif. Menurut pandangan ini,
gangguan mental dihubungkan dengan lingkungan (ekologi) individuu sehingga
pemulihan individu yyang bersangkutan selalu dikaitkan dengan lingkungannya.
Inilah yang menandai penanganan individu yang bergangguan tidak lagi dirumah
sakit, tetapi di tengah lingkungan keluarganya.
Masih ada
lagi pandangan-pandangan lain mengenai gangguan mental, seperti aliran
antipsikiatri yang pendapatnya justru bertolak belakang dengan pandangan medis
mengenai sakit mental. Tentu saja pandangan tersebut juga membawa dampak
perbedaan dalam penannganan terhadap individu yang mengalami gangguan mental.
Memahami setiap pandangan yang muncul mengenai sakit mental menolong kita untuk
memiliki gambaran yang menyeluruh dan integral mengenai apa itu gangguan mental
yang sesungguhnya. Ini juga akan membantu untuk melakukan upaya-upaya dalam
penganan atau treatmen terhadap individu yang mengalami gangguan mental, sebab setiap
pandangan yang muncul dan berkembang mengenai gangguan mental, sedikit banyak
memiliki kebenaran yang perlu diperhatikan. Apalagi masalah gangguan mental
bukanlah semata-mata gejala fisik saja. Masih banyak wilayah-wilayah yang belum
terjangkau oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang sat ini dimiliki, sehingga
upaya-upaya untuk mewujudkan kesehatan mental , tidak bisa dilakukan
berdasarkan pandangan yang berat sebelah saja dari sudut pandang tertentu.
SUMBER : Siswanto.
2007. Kesehatan Mental “ Konsep, Cakupan dan Perkembangan”. Yogyakarta.
Penerbit Andi
PENDEKATAN KESEHATAN MENTAL
#ORIENTASI
KLASIK
Orientasi klasik yang umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri
mengartikan sehat sebagai kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental.
Orang yang sehat adalah orang yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan
fisik dan mentalnya. Sehat fisik artinya tidak ada keluhan fisik. Sedang sehat
mental artinya tidak ada keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian
sehat seperti ini banyak menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan
orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang gejalanya adalah kehilangan
kontak dengan realitas. Orang-orang seperti itu tidak merasa ada keluhan dengan
dirinya meski hilang kesadaran dan tak mampu mengurus dirinya secara layak.
Pengertian sehat mental dari orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan
dalam konteks psikologi. Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru
dari kata ‘sehat’. Sehat atau tidaknya seseorang secara mental belakangan ini
lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang
yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dapat
digolongkan sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri
digolongkan sebagai tidak sehat mental.
#ORIENTASI
PENYESUAIAN DIRI
Dengan menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak
dapat dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena
kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya,
kita tidak dapat menentukan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi
kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara
individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu
digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap sangat sehat
mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sakit mental bukan
sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada
gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang
menampilkan perilaku yang diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan
menampilkan perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain.
Misalnya ia melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada
saat suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana
hatinya sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu
tertentu dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan
bagaimana kita menilainya? Sehatkah mentalnya? Atau sakit? Orang itu tidak
dapat dinilai sebagai sehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Dengan contoh di atas dapat kita pahami bahwa tidak ada garis yang tegas dan
universal yang membedakan orang sehat mental dari orang sakit mental. Oleh
karenanya kita tidak dapat begitu saja memberikan cap ‘sehat mental’ atau
‘tidak sehat mental’ pada seseorang. Sehat atau sakit mental bukan dua hal yang
secara tegas terpisah. Sehat atau tidak sehat mental berada dalam satu garis
dengan derajat yang berbeda. Artinya kita hanya dapat menentukan derajat sehat
atau tidaknya seseorang. Dengan kata lain kita hanya bicara soal ‘kesehatan
mental’ jika kita berangkat dari pandangan bahwa pada umumnya manusia adalah
makhluk sehat mental, atau ‘ketidak-sehatan mental’ jika kita memandang pada
umumnya manusia adalah makhluk tidak sehat mental. Berdasarkan orientasi
penyesuaian diri, kesehatan mental perlu dipahami sebagai kondisi kepribadian
seseorang secara keseluruhan. Penentuan derajat kesehatan mental seseorang
bukan hanya berdasarkan jiwanya tetapi juga berkaitan dengan proses pertumbuhan
dan perkembangan seseorang dalam lingkungannya.
#ORIENTASI PENGEMBANGAN POTENSI
Seseorang dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat
kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa
dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan
Jiwa) ternyata yang menjadi pengendali utama dalam setiap tindakan dan
perbuatan seseorang bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih
penting dan kadang-kadang sangat menentukan adalah perasaan. Telah terbukti
bahwa tidak selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi
sebaliknya, pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan
antara pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang
dan wajar.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau kesehatan mental
adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi, mengurangi atau
menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukan jiwa. Menjaga hubungan sosial akan
dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat membawa kepada tercapainya
tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak dapat menganggap bahwa
kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai kebahagiaan masyarakat,
karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan menimbulkan kebahagiaan dan
kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika kita masukkan dalam
pertimbangan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh aspek individu, dengan
sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan sosial.